Syeikh Abu Bakr al-Wasithy ra, berkata, ”Posisi cinta lebih di depan dibanding posisi takut. Siapa yang ingin masuk dalam bagian cinta, hendaknya ia selalu husnudzdzon kepada Allah Swt dan mengagungkan kehormatanNya.”
Diriwayatkan bahwa Allah Swt, memberi wahyu kepada Nabi Dawud as. ”Hai Dawud! Cintailah Aku, dan cintailah kekasih-kekasihKu, dan cintailah Aku untuk hamba-hambaKu.” Lalu Nabi Dawud as, berkata, “Ilahi! Aku mencintaiMu, dan mencintai kekasih-kekasihMu, lalu bagaimana mencintaiMu untuk hamba-hambaMu?” “Ingatkan mereka, akan kagunganKu dan kebaikan kasih sayangKu…” Jawab Allah Swt. Dalam hadits disebutkan, “Bila Allah mencintai seorang hamba dari kalangan hamba-hambaNya, Jibril as, mengumumkan “Wahai ahli langit dan bumi, wahai kalangan wali-wali Allah dan para Sufi! Sesungguhnya Allah Ta’ala mencinta si Fulan, maka cintailah dia.” Dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah ra, dari Nabi Saw: “Apabila Allah Ta’ala mencintai hamba, maka Jibril mengumandangkan, “Sesungguhnya Allah sedang mencintai si Fulan, maka cintailah dia. Lalu penghuni langit pun mencintainya, baru kemudian di diterima oleh penghuni bumi. Namun bila Allah Ta’ala membenci si Fulan, maka Allah Swt mengundang Jibril dan berfirnman, “Aku lagi membenci si fulan, maka bencilah ia.!” Jibril pun membencinya, kemudian mengajak kepada penghuni langit dengan mengatakan, “Sesungguhnya Allah sedang membenci si Fulan, maka bencilah padanya. Lalu rasa benci itu diturunkan di muka bumi.” Abu Adullah an-Nasaj ra, mengatakan, “Setiap amal yang tidak disertai cinta kepada Allah Swt, tidak bisa diterima.”
“Siapa yang mencintai Allah Swt, maka Dia mengujinya dengan berbagai cobaan. Dan siapa yang berpaling dariNya pada lainNya, ia terhijab dariNya dan gugur dari hamparan para pecintaNya.” Abdullah bin Zaid ra, berkisah, “Saya sedang bertemu dengan lelaki sedang tidur di atas salju, sementara di keningnya bercucuran keringat. Aku bertanya, “Hai hamba Allah! Bukankah sangat dingin!” Lalu ia menjawab, “Siapa yang sibuk mencintai Tuhannya, tidak pernah merasa dingin.” “Lalu apa tanda pecinta itu?” tanyaku. “Merasa masih sedikit atas amalnya yang banyak, dan merasa meraih banyak walau mendapatkan sedikit karena dating dari Kekasihnya.” Jawabnya. “Kalau begitu beri aku wasiat.” “Jadilah dirimu hanya bagi Allah, maka Allah bakal bagimu.”
Muhammad bin al-Husain ra, mengatakan, “Aku masuk ke pasar untuk membeli budak perempuan. Kulihat ada budak perempuan yang sedang diikat, dan pada kedua pipi tulipnya ada luka, yang terukir tulisan, “Siapa yang yang berkehendak pada kami, akan kami bangkrutkan dia. Dan siapa lari dari kami, akan kami goda dia.” Inilah, kataku, sebagaimana firman Allah Ta’ala pada hambaNya, “Bila kalian semua mencariKu, maka Kulalaikan kalian dari selain DiriKu, dan Kufanakan denganKu dari dirinya, hingga tidak tahu siapa pun kecuali DiriKu.” Ada seseorang sedang mengetuk pintu kekasihnya, lalu ada suara dibalik pintu, “Siapa anda?” “Aku adalah engkau.” “Ya, silakan aku, masuklah!” Aku kagum dariMu dan dariku. Engkau fanakan diriku bersamaMu dari diriku. Engkau dekatkan diriku dariMu hingga Aku menyangka Engkau adalah aku.
Bila Allah Swt mencintai hambaNya, Dia menampakkan rahasiaNya pada keagungan kekuasaanNya, dan Allah Swt, menggerakkan hatinya sebagai limpahan anugerahNya, Allah Swt, memberi minuman dari piala gelas cintaNya, hingga ia mabuk dari selain Dia, lalu dijadikannya berada dalam kemesraan, kedekatan dan kesahabatan denganNya, sampai ia tidak sabar untuk segera mengingatNya, tidak memilih yang lainNya dan tidak sibuk dengan satu pun selain perintahNya.
I'TIBAR
Husain ibn Manshur al-Hallaj atau biasa disebut al-Hallaj adalah ulama sufi yang dilahirkan di kota thur dikawasan iran tenggara pada tanggal 26 maret 866 M.
Beliau memiliki begitu banyak karomah semasa hidupnya. Menutur Anthhar -muridnya- suatu hari al-Hallaj melewati sebuah gudang kapas dan melihat seonggok buah kapas. Ketika jarinya menunjuk pada onggokan buah kapas itu, biji-bijinya pun terpisah dari serat kapas.
Beliau juga dijuluki Hallaj Al Asrar karena mampu membaca pikiran orang dan menjawab pertanyaan mereka sebelum ditanyakan kepadanya.
Saat menunaikan ibadah haji yang ke dua kalinya, al-Hallaj pergi ke sebuah gunung untuk mengasingkan diri bersama beberapa orang pengikutnya. Sesudah makan malam, al-Hallaj mengaakan dia ingin makan manisan. Semua muridnya kebingungan lantaran semua perbekalan telah habis. al-Hallaj tersenyum dan berjalan menembus kegelapan malam. Beberapa menit kemudian al-Hallaj kembali sambil membawa makanan berupa kue-kue hangat yang belum pernah dilihat sebelumnya.
al-Hallaj kemudian meminta semua muridnya makan bersama. Seorang murid al-Hallaj penasaran dan ingin tahu dari mana al-Hallaj memperoleh makanan tersebut dan menyembunyikan kue bagiannya. Ketika mereka kembali dari dari pengasingan diri, sang murid ini mencari seseorang yang mengetahui asal kue itu. Akhirnya salah seorang warga kota Zabib, sebuah kota yang jauh dari situ mengetahui bahwa kue itu berasala dari kotanya. Sang murid yang keheranan ini pun sadar bahwa al-Hallaj mempeoleh kue itu secara ajaib. "Tak ada seoranh pun dan hanya jin saja yang sanggup menempuh jarak yang jauh dalam waktu singkat", katanya.
Pada kesempatan lain, al-Hallaj mengarungi padang pasir bersama sekelompok orang dalam perjalanan menuju mekkah. Di suatu tempat sahabat-sahabatnya menginginkan buah ara. al-Hallaj pun mengambil senampan penuh buah ara dari udara. Kemudian mereka meminta Hlawa, al-Hallaj membawa senampan penuh halwa hangat dan berlapis gula serta memberikannya kepada mereka. Usai memakannya, mereka mengatakan bahwa kue itu khas suatu daerah di baghdad, irak. Mereka pun bertanya bagaimana al-Hallaj mendapatkannya dari negeri yang amat jauh tersebut. al-Hallaj pun menjawab bahwa baghdad dan padang pasir adalah sama dan tidak ada jarak diantaranya.
Kemudian mereka pun meminta kurma, al-Hallaj sejenak berdiri dan menyuruh mereka untuk menggerakan tubuh mereka seperti sedang menggoyang-goyang pohon kurma. Ketika mereka melakukannya makan kurma-kurma segar pun berjatuhan dari lengan baju mereka.