26 November 2011

Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a.

Suatu ketika saat berkelana beliau berkata dalam hati, “Ya Allah, kapankah aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?” Kemudian terdengarlah suara, “Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang diberi nikmat hanya kamu saja” Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya bisa begitu, padahal Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?” Kemudian terdengar suara lagi, “Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu semua adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya untukmu”.ِِ
Syadziliyah adalah nama suatu desa di benua Afrika yang merupakan nisbat nama Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. Beliau pernah bermukim di Iskandar sekitar tahun 656 H. Beliau wafat dalam perjalanan haji dan dimakamkan di padang Idzaab Mesir. Sebuah padang pasir yang tadinya airnya asin menjadi tawar sebab keramat Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. Beliau belajar ilmu thariqah dan hakikat setelah matang dalam ilmu fiqihnya. Bahkan beliau tak pernah terkalahkan setiap berdebat dengan ulama-ulama ahli fiqih pada masa itu. Dalam mempelajari ilmu hakikat, beliau berguru kepada wali quthub yang agung dan masyhur yaitu Syekh Abdus Salam Ibnu Masyisy, dan akhirnya beliau yang meneruskan quthbiyahnya dan menjadi Imam Al-Auliya’. Peninggalan ampuh sampai sekarang yang sering diamalkan oleh umat Islam adalah Hizb Nashr dan Hizb Bahr, di samping Thariqah Syadziliyah yang banyak sekali pengikutnya. Hizb Bahr merupakan Hizb yang diterima langsung dari Rasulullah saw. yang dibacakan langsung satu persatu hurufnya oleh beliau SAW. Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. pernah ber-riadhah selama 80 hari tidak makan, dengan disertai dzikir dan membaca shalawat yang tidak pernah berhenti. Pada saat itu beliau merasa tujuannya untuk wushul (sampai) kepada Allah swt. telah tercapai. Kemudian datanglah seorang perempuan yang keluar dari gua dengan wajah yang sangat menawan dan bercahaya. Dia menghampiri beliau dan berkata, ”Sunguh sangat sial, lapar selama 80 hari saja sudah merasa berhasil, sedangkan aku sudah enam bulan lamanya belum pernah merasakan makanan sedikitpun”. Suatu ketika saat berkelana, beliau berkata dalam hati, “Ya Allah, kapankah aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?”. Kemudian terdengarlah suara, “Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang diberi nikmat hanya kamu saja”. Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya bisa begitu, padahal Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?”. Kemudian terdengarlah suara lagi, “Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu semua adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya untukmu”. Beliau pernah khalwat (menyendiri) dalam sebuah gua agar bisa wushul (sampai) kepada Allah swt. Lalu beliau berkata dalam hatinya, bahwa besok hatinya akan terbuka. Kemudian seorang waliyullah mendatangi beliau dan berkata, “Bagaimana mungkin orang yang berkata besok hatinya akan terbuka bisa menjadi wali. Aduh hai badan, kenapa kamu beribadah bukan karena Allah (hanya ingin menuruti nafsu menjadi wali)”. Setelah itu beliau sadar dan faham dari mana datangnya orang tadi. Segera saja beliau bertaubat dan minta ampun kepada Allah swt. Tidak lama kemudian hati Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. sudah di buka oleh Allah swt. Demikian di antara bidayah (permulaaan) Syekh Abul Hasan As-Syadzili. Beliau pernah dimintai penjelasan tentang siapa saja yang menjadi gurunya? Sabdanya, “Guruku adalah Syekh Abdus Salam Ibnu Masyisy, akan tetapi sekarang aku sudah menyelami dan minum sepuluh lautan ilmu. Lima dari bumi yaitu dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a, Umar bin Khattab r.a, Ustman bin ‘Affan r.a dan Ali bin Abi Thalib r.a, dan lima dari langit yaitu dari malaikat Jibril, Mika’il, Isrofil, Izro’il dan ruh yang agung. Beliau pernah berkata, “Aku diberi tahu catatan muridku dan muridnya muridku, semua sampai hari kiamat, yang lebarnya sejauh mata memandang, semua itu mereka bebas dari neraka. Jikalau lisanku tak terkendalikan oleh syariat, aku pasti bisa memberi tahu tentang kejadian apa saja yang akan terjadi besok sampai hari kiamat”.
Syekh Abu Abdillah Asy-Syathibi berkata, “Aku setiap malam banyak membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan dengan ini aku berwasilah meminta kepada Allah swt apa yang menjadi hajatku, maka terkabulkanlah apa saja permintaanku”. Lalu aku bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw. dan aku bertanya, “Ya Rasulallah, kalau seusai shalat lalu berwasilah membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan aku meminta apa saja kepada Allah swty. apa yang menjadi kebutuhanku lalu dikabulkan, seperti hal tersebut apakah diperbolehkan atau tidak?”. Lalu Nabi saw. Menjawab, “Abul Hasan itu anakku lahir batin, anak itu bagian yang tak terpisahkan dari orang tuanya, maka barang siapa bertawashul kepada Abul Hasan, maka berarti dia sama saja bertawashul kepadaku”.
Pada suatu hari dalam sebuah pengajian Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. menerangkan tentang zuhud, dan di dalam majelis terdapat seorang faqir yang berpakaian seadanya, sedang waktu itu Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili berpakaian serba bagus. Lalu dalam hati orang faqir tadi berkata, “Bagaimana mungkin Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. berbicara tentang zuhud sedang beliau sendiri pakaiannya bagus-bagus. Yang bisa dikatakan lebih zuhud adalah aku karena pakaianku jelek-jelek”. Kemudian Syekh Abul Hasan menoleh kepada orang itu dan berkata, “Pakaianmu yang seperti itu adalah pakaian yang mengundang senang dunia karena dengan pakaian itu kamu merasa dipandang orang sebagai orang zuhud. Kalau pakaianku ini mengundang orang menamakanku orang kaya dan orang tidak menganggap aku sebagai orang zuhud, karena zuhud itu adalah makam dan kedudukan yang tinggi”. Orang fakir tadi lalu berdiri dan berkata, “Demi Allah, memang hatiku berkata aku adalah orang yang zuhud. Aku sekarang minta ampun kepada Allah dan bertaubat”. Di antara Ungkapan Mutiara Syekh Abul Hasan Asy-Syadili: 1. Tidak ada dosa yang lebih besar dari dua perkara ini : pertama, senang dunia dan memilih dunia mengalahkan akherat. Kedua, ridha menetapi kebodohan tidak mau meningkatkan ilmunya. 2. Sebab-sebab sempit dan susah fikiran itu ada tiga : pertama, karena berbuat dosa dan untuk mengatasinya dengan bertaubat dan beristiqhfar. Kedua, karena kehilangan dunia, maka kembalikanlah kepada Allah swt. sadarlah bahwa itu bukan kepunyaanmu dan hanya titipan dan akan ditarik kembali oleh Allah swt. Ketiga, disakiti orang lain, kalau karena dianiaya oleh orang lain maka bersabarlah dan sadarlah bahwa semua itu yang membikin Allah swt. untuk mengujimu.Kalau Allah swt. belum memberi tahu apa sebabnya sempit atau susah, maka tenanglah mengikuti jalannya taqdir ilahi. Memang masih berada di bawah awan yang sedang melintas berjalan (awan itu berguna dan lama-lama akan hilang dengan sendirinya). Ada satu perkara yang barang siapa bisa menjalankan akan bisa menjadi pemimpin yaitu berpaling dari dunia dan bertahan diri dari perbuatan dhalimnya ahli dunia. Setiap keramat (kemuliaan) yang tidak bersamaan dengan ridha Allah swt. dan tidak bersamaan dengan senang kepada Allah dan senangnya Allah, maka orang tersebut terbujuk syetan dan menjadi orang yang rusak. Keramat itu tidak diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya dan tidak pula diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk mencari keramat. Yang diberi keramat hanya orang yang tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah (fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri dan amalnya.
SEJARAH HIZIB BAHR
Hizb al-bahr ini adalah hizib yang termasyhur disamping dua hizib lagi iaitu hizib an-Nawawi dan Ratib Hadad. Ketiga-tiga ini adalah milik wali-wali Qutub. Wali Qutub ialah ketua para wali atau pusat para wali di dunia ini pada zamannya. Yang mana mereka ini adalah orang yang amat bertakwa kepada Allah secara zahir dan batin. Tujuan asal amalan hizib-hizib adalah untuk membawa diri seseorang itu menjadi dekat dengan Allah S.W.T. Dalam arti kata lain, Mengharapkan redha Allah dalam mengamalkannya disamping melakukan amalan-amalan wajib seperti solat fardu, puasa, mengeluarkan zakat, jauhi maksiat dan sebagainya. Ini kerana Hizib adalah juga kategori doa atau zikir yang bertujuan memperkuat tauhid pengamal tersebut. Terdapat banyak keistimewaan @ kelebihan @ fadhilat bagi sesiapa yang mengamalkankan hizib-hizib ini. Antaranya mendapat redha Allah, sentiasa dalam keadaan hati yang tenang, terpelihara dari hasad dengki khianat orang, terpelihara dari gangguan jin, syaitan serta iblis dan sebagainya. Apapun kelebihan-kelebihan yang ada itu adalah kurniaan Allah kepada hamba yang diredhainya, maka kita sebagai hamba Allah hendaklah mengikhlaskan niat terhadap apa jua amalan yang dilakukan. Berkenaan kelebihan-kelebihan itu kita serahkan kepada Allah dan jangan mengharapkannya. Kerana setiap musihabah yang berlaku keatas kita terkadang ada hikmah disebaliknya dan terkadang menjadi kaffarah (balasan untuk menghapus dosa) atas dosa-dosa yang pernah kita lakukan, cukuplah yang penting kita mengamalkannya hanya mencari redha Allah S.W.T. Kembali kepada Hizb al-Bahr, hizib inilah yang al-Imam selalu berwasiat kepada anak-anak muridnya supaya rajin dibaca, diamalkan dan diajarkan kepada anak-anak. Kerana di dalamnya mengandungi al-Ismul A'dzam (nama Allah yang Maha Agung). Hizb ini diajarkan oleh Rasulallah S.A.W melalui mimpi Imam Abu Hasan asy-Syazili sewaktu beliau berdukacita di tengah-tengah Laut Merah. Diceritakan, suatu hari Al-Imam ingin pergi ke Makkah al-Mukarramah untuk menunaikan fardu haji melalui jalan laut. Kapten kapalnya itu seorang nasrani (kristian). Di tengah-tengah perjalanan tiba-tiba angin tidak lagi bertiup, ini membuatkan kapal yang al-Imam naiki tidak boleh berlayar. Bukan setakat sehari, malah berhari-hari. Semua awak-awak kapal menjadi gelisah dan berdukacita. Dalam kegelisahan inilah, Imam Abu Hasan asy-Syazili bermimpi bertemu Rasulullah S.A.W. Baginda S.A.W mengajarkan al-Imam akan hizib ini. Apabila tiba waktu siang, al-Imam menyuruh kapten kapal itu bersiap-siap untuk berlayar. Dan ini menyebabkan kapten kapal itu kehairanan, lalu bertanya. Kapten kapal : "Mana Anginnya, tuan?". Jawab al-Imam : " Sudah! siap-siap, sekarang angin datang!". Dengan Izin Allah S.W.T beberapa saat kemudian angin pun datang. Oleh kerana peristiwa yang luar biasa ini, kapten kapal yang seorang nasrani itu pun memeluk Islam. MasyaAllah
حزب البحر
لسيدي الإمام أبي الحسن الشاذلي بسم الله الرحمن الرحيم يا عَليُّ يا عَظيمُ، يا حَليمُ يا عَليمُ أنتَ رَبِّي، وَعِلْمُكَ حَسْبِي، فَنِعْمَ الرَّبُ رَبِّي، وَنِعْمَ الحَسْبُ حَسْبِي، تَنْصُرُ مَن تَشاءُ وَأنتَ العَزيزُ الرَّحيم؛ نَسْأَلُكَ العِصْمَةَ في الحَرَكاتِ وَالسَّكَناتِ والكَلِماتِ والإِراداتِ وَالخَطَراتِ مِن الشُّكوكِ والظُّنونِ وَالأَوْهامِ السّاتِرَةِ لِلْقُلوبِ عَن مُطالَعَةِ الغُيُوب. فَقَدِ ﴿ابْتُلِيَ المُؤْمِنُونَ وَزُلْزِلُوا زِلْزالاً شَديداً ۝ وَإذْ يَقولُ المُناِفقونَ والَّذينَ في قُلوبِهِم مَرَضٌ ما وَعَدَنا ﷲ وَرَسولُهُ إِلَّا غُرورا ﴾ فَثَبِّتْنا، وَانْصُرْنا، وَسَخِّرْ لَنا هذا البَحْرَ، كَما سَخَّرْتَ البَحْرَ لِمُوسَى، وَسَخَّرْتَ النَّارَ لِإِبْراهيمَ، وَسَخَّرْتَ الجَبالَ وَالحَديدَ لِداوودَ، وَسَخَّرْتَ الرِّيحَ وَالشَّياطينَ وَالجِنَّ لَسُلَيْمان، وَسَخِّرْ لَنا كُلَّ بَحْرٍ هُوَ لَكَ في الأَرْضِ وَالسَّماءِ، وَالمُلْكِ وَالمَلَكوتِ، وَبَحْرَ الدُّنْيا وَبَحْرَ الآخِرَةِ؛ وَسَخِّرْ لَنا كُلَّ شَيءٍ. يا مَن بِيَدِهِ مَلَكوتُ كُلِّ شَيء. ﴿كهيعص﴾ ﴿كهيعص﴾ ﴿كهيعص﴾ اُنْصُرْنا فَإِنَّكَ خَيرُ النَّاصِرين، وَافْتَحْ لَنا فَإِنَّكَ خَيرُ الفاتِحين، وَاغْفِرْ لَنا فَإِنَّكَ خَيرُ الغافِرين، وَارْحَمْنا فَإِنَّكَ خَيرُ الرَّاحِمين، وَارْزُقْنا فَإِنَّكَ خَيرُ الرَّازِقين، وَاهْدِنا وَنَجِّنا مِنَ القَومِ الظَّالِمين، وَهَبْ لَنا ريحاً طَيِّبَةً كَما هِيَ في عِلْمِكَ، وانْشُرْها عَلَينا مِن خَزائِنِ رَحْمَتِك، وَاحْمِلْنا بِها حَمْلَ الكَرامَةِ مَعَ السَّلامَةِ وَالعافيةِ في الدِّينِ والدُّنْيا والآخِرَةِ، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شِيءٍ قَدير؛ اللهم يَسِّرْ لَنا أُمورَنا مَعَ الرَّاحَةِ لِقُلوبِنا وَأَبْدانِنا، وَالسَّلامَةِ وَالعافيةِ في دينِنا وَدُنْيانا، وَكُنْ لَنا صاحِبًا في سَفَرِنا، وَخَليفَةً في أَهْلِنا، وَاطْمِسْ عَلَى وُجوهِ أَعْدائِنا، وَامْسَخْهُم عَلَى مَكانَتِهِم فَلا يَسْتَطيعونَ المُضيَّ وَلا المُجيءَ إِلَينا. ﴿وَلَوْ نَشَاءُ لَطَمَسْنا عَلَى أَعْيُنِهِم فَاسْتَبَقوا الصِّراطَ فَأَنَّى يُبْصِرون ۝ وَلَوْ نَشَاءُ لَمَسَخْناهُم عَلَى مَكانَتِهِم فَما اسْتَطاعوا مُضياً وَلا يَرْجِعون﴾ ﴿ يس ۝ وَالقُرْآنِ الحَكيم ۝ إِنَّكَ لَمِن المُرْسَلين ۝ عَلَى صِراطٍ مُسْتَقيم ۝ تَنْزيلَ العَزيزِ الرَّحيم ۝ لِتُنْذِرَ قَوماً ما أُنْذِرَ آباؤُهُم فَهُم غافِلون ۝ لَقَدْ حَقَّ القَولُ عَلَى أَكْثَرِهِم فَهُم لا يُؤْمِنون ۝ إِنَّا جَعَلْنا في أَعْناقِهِم أَغْلالاً َفهِيَ إِلَى الأَذْقانِ فَهُم مقْمَحون ۝ وَجَعَلْنا مِن بَينِ أَيديهِم سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِم سَدًّا فَأَغْشَيْناهُم فَهُم لا يُبْصِرون﴾ شاهَتِ الوُجوه (٣) ﴿ وَعَنَتِ الوُجوهُ لِلحَيِّ القَيُّوم ۝ وَقَدْ خابَ مَنْ حَمَلَ ظُلْماً ﴾ ﴿ طس ﴾ ﴿ حم عسق ﴾ ﴿ مَرَجَ البَحْرَينِ يَلْتَقِيان ۝ بَينَهُما بَرْزَخٌ لا يَبْغِيان ﴾ ﴿حم﴾ ﴿حم﴾ ﴿حم﴾ ﴿حم﴾ ﴿حم﴾ ﴿حم﴾ ﴿حم﴾ حُمَّ الأَمْرُ وَجاءَ النَّصْرُ فَعَلَينا لا يُنْصَرون. ﴿حم ۝ تَنْزيلُ الكِتابِ مِن اللهِ العَزيزِ العَليم ۝ غافِرِ الذَّنبِ وَقابِلِ التَّوبِ شَديدِ العِقابِ ذي الطَّولِ ۝ لا إلهَ إلّا هوَ إِلَيهِ المَصير﴾ ﴿بِسْمِ ﷲ﴾ بابُنا ﴿تَبارَكَ﴾ حيطانُنا ﴿يس﴾ سَقْفُنا ﴿كهيعص﴾ كِفايَتُنا ﴿حم عسق﴾ حِمايَتُنا ﴿َفسَيَكْفيكَهُمُ ﷲ ۝ وَهوَ السَّميعُ العَليم ﴾ سِتْرُ العَرْشِ مَسْبولٌ عَلَينا، وَعَينُ اللهِ ناظِرَةٌ إِلَينا بِحَولِ اللهِ لا يُقْدَرُ عَلَينا. ﴿وَاللهُ مِن وَرائِهِم مُحيط ۝ بلْ هوَ قَرْءانٌ مَجيد ۝ في لَوحٍ مَحْفوظ﴾ ﴿فَاللهُ خَيرٌ حافِظاً وَهوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمين﴾ (٣) ﴿إِنَّ وَلِيِّيَ اللهُ الَّذي نَزَّلَ الكِتابَ وَهوَ يَتَولَّى الصَّالِحين﴾ ( ٣ ) ﴿حَسْبيَ اللهُ لا إله إلّا هو عَلَيهِ تَوَكَّلْتُ وَهوَ رَبُّ العَرْشِ العَظيم﴾( ٣ ) بِسْمِ اللهِ الَّذي لا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيءٌ في الأرْضِ وَلا في السَّماءِ وَهوَ السَّميعُ العَليم ( ٣ ) أَعوذُ بِكَلِماتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِن شَرِّ ما خَلَق ( ٣ ) وَلا حَولَ وَلا قُوَّةَ إلَّا بِاللهِ العَليِّ العَظيم وصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّم.
Di antara keramatnya para Shidiqin ialah : 1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontineu). 2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi). 3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya. Diantara keramatnya Wali Qutub ialah : 1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt. 2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain. 3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy. 4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya. Kamu jangan menunda ta’at di satu waktu, pada waktu yang lain, agar kamu tidak tersiksa dengan habisnya waktu untuk berta’at (tidak bisa menjalankan) sebagai balasan yang kamu sia-siakan. Karena setiap waktu itu ada jatah ta’at pengabdian tersendiri. Kamu jangan menyebarkan ilmu yang bertujuan agar manusia membetulkanmu dan menganggap baik kepadamu, akan tetapi sebarkanlah ilmu dengan tujuan agar Allah swt. membenarkanmu. Radiya allahu ‘anhu wa ‘aada ‘alaina min barakatihi wa anwarihi wa asrorihi wa ‘uluumihi wa ahlakihi, Allahumma Amiin.

Tidak ada komentar: