16 Februari 2012

Kisah Tangis "Meriam Nyai Setomi"

Menurut buku "Babad Solo' karangan RM Sajid, meriam tersebut merupakanpisungsung (persembahan) dari Bangsa Portugis kepada Pangeran Jayakarta pada zaman Keraton Demak. Hanya waktu itu sepasang, yang satunya bernama Kiai Setama. Pada zaman Sultan Agung Hanyakrakusuma (Raja Mataram sekitar tahun 1600-an), dua meriam tersebut kemudian diminta dan ditempatkan di sisi kanan kiriKori Brajanala. Nah, dari sinilah kemudian cerita-cerita menarik mulai mengalir.
Mengapa dinamakan Setama dan Setomi hal itu sebenarnya disebabkan lebih oleh kesalahan pengucapan saja. "Sadaya meriyem damelanipun Portugis dipun cireni seratan 'Sant-Thome'. Ingkang wonten ing nagari Surakarta lajeng dipun wastani Setomi. (Semua meriam buatan Portugis diberi ciri tulisan 'Sant-Thome'. Yang di Surakarta kemudian dinamakan Setomi)."
Menangis Meski keduanya sudah dipasang di tempat yang saat itu dianggap paling pas, sekian waktu kemudian salah satunya (Kiai Setama) terpaksa harus dikembalikan lagi ke Jakarta. Mengapa? . "Amargi manut aturipun abdi dalem ingkang kemit wonten ing Brajanala, meriyem wau ing saben malem Anggara Kasih gereng-gereng ngantos dados ajrihipun tiyang kathah. (Sebab, menurut penuturan petugas jaga Kori Brajanala, meriam itu pada setiap malam Selasa Kliwon selalu mengeluarkan suara aneh yang membuat orang-orang menjadi takut)." Sampai pada pengembalian Kiai Setomi ke Jakarta, permasalahan belum berakhir. Justru beberapa waktu kemudian muncul kisah-kisah menarik yang lain. Kisah menarik tersebut berhubungan dengan kepercayaan tentang Kiai Setama dan Nyai Setomi yang dianggap (dipercayai) sebagai pasangan laki-laki dan perempuan, lazimnya seperti manusia. "Kabekta saking pepisahan kaliyan ingkang raka inggih punika Kiai Setama, Nyai Setomi tansah muwun. Pramila ing sangajenging meriam kaparingan pengaron kangge nadahi eluhipun meriam. (Karena perpisahannya dengan pasangannya yang bernama Kyai Setama, Nyai Setomi selalu menangis. Karena itu, di depan meriam kemudian ditempatkan sebuah wadah yang terbuat dari tempurung kelapa untuk menampung air mata meriam tersebut)," tulis RM Sajid. Itulah sebagian kisah menarik yang menyertai perjalanan meriam pusaka Keraton Surakarta tersebut. Terlepas dari benar dan tidaknya kisah itu Siti Hinggil adalah bangunan di dekat keraton, tempat dimana di semayamkan Nyai Setomi, yaitu sebuah meriam yang pernah berjasa pada surakarta pada suatu peperangan. Sekarang ia menjadi salah satu benda yang di sakralkan dan tidak sembarang orang boleh melihatnya. Di salah satu pojok lingkungan setinggil ini terdapat tempat dimana Kyai Sala, seorang ulama terkenal Surakarta pernah dimakamkan sebelum di pindah ke makam yang sekarang ini. Meriam yang kini ditempatkan di area khusus itu, memang boleh dikatakan memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan meriam-meriam lainnya.

Tidak ada komentar: