12 Februari 2012

Mitos dan rahasia Borobudur

- Arca Kunto Bimo Arca Budha di dalam stupa teras Arupadhatu, pada teras melingkar tingkat I sisi Timur. Arca yang berada di dalam stupa lubang belah ketupat tersebut terkenal dengan nama Kunto Bimo. Siapa saja yang dapat menyentuh jari manis untuk pengunjung laki-laki dan tumit untuk pengunjung perempuan, maka segala keinginannya dapat terkabul. Fakta : mitos tentang arca Kunto Bimo menurut Soekmono hanyalah akal-akalan dari petugas candi pada tahun 1950an yang dengan sengaja menaruh bunga-bungaan dan uang receh di atas pangkuan arca dengan harapan membuat arca tersebut seolah-olah sakral. Namun tanpa diduga ternyata banyak pengunjung yang mengikuti untuk melempar uang receh. Sehingga setiap sore petugas candi dapat memperoleh berkah yang lumayan. - Singa Urung Ada juga mitos mengenai Singa Urung, yaitu sebutan masyarakat sekitar untuk sepasang arca singa pada sebelah kanan dan kiri tangga naik candi. Menurut cerita, sepasang kekasih yang lewat di antara kedua arca tersebut hubungannya tidak akan sampai pada jenjang pernikahan. Urung dalam bahasa Jawa dapat diartikan gagal. - Gunadharma tertidur Pada sebelah selatan Candi Borobudur terdapat perbukitan Menoreh. Bila diamati dari puncak candi, deretan perbukitan tersebut akan tampak seperti sesosok manusia sedang tertidur dengan kepala berada pada bagian barat. Menurut mitos, perbukitan tersebut merupakan jelmaan Gunadharma, yang disebut sebagai arsitek Candi Borobudur. Dikatakan bahwa dia beristirahat setelah melakukan pengerjaan candi yang memakan waktu hingga puluhan tahun. - Stupa Candi Borobudur Stupa Candi Borobudur memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan stupa pada candi Budha yang lain. Keunikan tersebut yaitu : apabila arca Hindu dipahatkan dengan ornamen yang raya, namun pada arca Dhyani Budha Candi Borobudur yang terdapat di dalam stupa hanya dipahatkan secara “polos”. Namun karena kreatifitas dari pembuat stupa selain berdasarkan filosofis, maka stupa-stupa pada tingkat I dan II yang memiliki lubang baik belah ketupat atau segi empat ketika terkena sinar matahari akan membentuk bayang-bayang pada arca Dhyani Budha di dalamnya. Alhasil arca Dhyani Budha yang tadinya “polos” seolah-olah memakai pakaian dengan motif kotak-kotak. - Arca Kyai Belet Arca yang sekarang berada di Museum Karmawibhangga ini diperkirakan merupakan arca dari stupa induk. Selain disebut Kyai Belet, arca ini juga sering disebut dengan unfinished Budha. Hal tersebut karena tampak dari pahatan yang kasar sehingga terkesan belum selesai atau “produk gagal”. Bentuk pahatan yang kasar, wajah tidak sempurna, pahatan keriting rambutnya kasar, pahatan sela-sela jari dan lipatan jubahnya tidak jelas, perbandingan lengan atas tangan kiri dan kanan tidak seimbang. Arca ini memiliki sikap tangan Bhumisparsamudra, yaitu posisi telapak tangan kanan terbuka dengan menghadap ke bawah (bumi). Arca ini memiliki tinggi kurang lebih 150 cm dengan berat 500 kg. Oleh masyarakat sekitar, arca ini dianggap sakral karena dipercaya dapat memberikan berkah. - Batu candi ditempel menggunakan putih telur Beredar mitos di masyarakat luas jika batu-batu penyusun Candi Borobudur direkatkan dengan putih telur. Namun hal yang sebenarnya adalah batu-batu penyusun Candi Borobudur tersusun saling mengunci sehingga terkesan melekat antara batu yang satu dengan yang lain. Tempat candi ini berada masih berupa hutan belukar yang oleh penduduk sekitarnya disebut Redi Borobudur. Untuk pertama kalinya, nama Borobudur diketahui dari naskah Negarakertagama karya Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi, disebutkan tentang biara di Budur. Kemudian pada Naskah Babad Tanah Jawi (1709-1710) ada berita tentang Mas Dana, seorang pemberontak terhadap Raja Paku Buwono I, yang tertangkap di Redi Borobudur dan dijatuhi hukuman mati. Kemudian pada tahun 1758, tercetus berita tentang seorang pangeran dari Yogyakarta, yakni Pangeran Monconagoro, yang berminat melihat arca seorang ksatria yang terkurung dalam sangkar. Kemudian pada tahun 1814, Thomas Stamford Raffles mendapat berita dari bawahannya tentang adanya bukit yang dipenuhi dengan batu-batu berukir. Berdasarkan berita itu Raffles mengutus Cornelius, seorang pengagum seni dan sejarah, untuk membersihkan bukit itu. Setelah dibersihkan selama dua bulan dengan bantuan 200 orang penduduk, bangunan candi semakin jelas dan pemugaran dilanjutkan pada 1825. Pada 1834, Residen Kedu membersihkan candi lagi, dan tahun 1842 stupa candi ditinjau untuk penelitian lebih lanjut. Mengenai nama Borobudur sendiri banyak ahli purbakala yang menafsirkannya, di antaranya Prof. Dr. Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur berasal dari dua kata Bhoro dan Budur. Bhoro berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti bihara atau asrama, sedangkan kata Budur merujuk pada nama tempa candi Borobudur adalah candi Buddha terbesar di dunia dengan tinggi 34,5 meter dan luas bangunan 123 x 123 meter. Di dirikan di atas sebuah bukit yang terletak kira-kira 40 km di barat daya Yogyakarta, 7 km di selatan Magelang, Jawa Tengah. Candi Borobudur dibangun oleh Dinasti Sailendra antara tahun 750 dan 842 Masehi. Candi Buddha ini kemungkinan besar ditinggalkan sekitar satu abad setalah dibangun karena pusat kerajaan pada waktu itu berpindah ke Jawa Timur. Sir Thomas Stanford Raffles menemukan Borobudur pada tahun 1814 dalam kondisi rusak dan memerintahkan supaya situs tersebut dibersihkan dan dipelajari secara menyeluruh. Proyek restorasi Borobudur secara besar-besaran kemudian dimulai dari tahun 1905 sampai tahun 1910 dipimpin oleh Dr. Tb. van Erp. Dengan bantuan dari UNESCO, restorasi kedua untuk menyelamatkan Borobudur dilaksanakan dari bulan Agustus 1913 sampai tahun 1983.

Tidak ada komentar: