27 Maret 2012

JAGAD WAHYU

"WAHYU" adalah sebagai sarana POSITIF KONSTRUKTIF. Wahyu untuk membangun fisik negara, tata tertib, rumah tangga, membangun moral, jiwa, rohani, dan budi pekerti & DIRI... dan siapakah umat yang diperkenankanNya? Siapa umat yang akan menjadi pemilik "Wahyu"!? (tentu perlu diamati atau bisa jadi lepas dari pengamatan). Siapa yang tidak tergiur mendapatkan wahyu atau berkat khusus untuk bisa menjadi raja bagi seluruh umat manusia di bumi? Banyak orang mungkin akan berlomba-lomba mencari dan merebut berkat itu. Tetapi, sayangnya berkat atau wahyu tidak bisa diperoleh sembarangan. Hanya orang tertentu yang mampu mendapatkan wahyu itu. Biasanya, Tuhan memberi wahyu pada orang yang memiliki hati bersih dan berbudi luhur. Cobaan, godaan, dan tantangan hidup harus bisa dilalui oleh setiap orang yang ingin mendapatkan wahyu. Jadi, tidak mudah untuk mendapatkannya!!!
**************************************************************************************************************************************************************** Ada beberapa contoh lakon Wahyu dalam pewayangan di dintaranya Wahyu Cakraningrat, Wahyu Purbasejati, Wahyu Makutha Rama, Wahyu Senapati. Akan tetapi masih banyak lakon atau cerita wahyu selain ke -4 contoh di atas dan cerita wahyu tersebut dikarang oleh para dalang sendiri yang judulnya sangat menarik para konsumen, misalnya Wahyu Pangayoman, Wahyu Pancasila, Wahyu Pancajasmani, Wahyu Toh Jali dan lain-lainnya... Wahyu Cakraningrat Abimanyu (Sanskerta: abhiman’yu) adalah seorang tokoh dalam perang Bharatayuda. Ia adalah putera Arjuna dengan Subadra, adiknya Sri Krishna. Abimanyu berasal dari dua kata Sanskerta, yaitu abhi, berani dan man’yu, karakter. Abimanyu berarti “Ia yang memiliki karakter tak kenal takut” atau “Sang Pemberani”….. Wahyu Cakraningrat adalah wahyu “wijining ratu”, wahyu pewaris raja. Alkisah banyak pemuda mencari wahyu cakraningrat agar keturunannya dapat menjadi raja. Disebutkan ada tiga pemuda yang mencari wahyu cakraningrat: Abimanyu, putra Arjuna dengan Subadra; Samba, putra Prabu Kresna dengan Dewi Jembawati; dan Lesmana putra Prabu Duryudana dengan Dewi Banowati. Dikisahkan ketiganya bertapa di Alas Krendhawahana, sebuah hutan angker tempat Bathari Durga bersemayam, makhluk apa pun yang masuk akan mati. Abimanyu berangkat ke lokasi dikawal oleh panakawan: Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Samba dikawal oleh pamannya, Setyaki dan Patih Dworowati, Udawa. Lesmana dikawal oleh sepasukan prajurit Kerajaan Hastina, lengkap dengan perbekalan dan persenjataan. Pertama kali Abimanyu ditakut-takuti para jin yang mengganggu orang-orang yang bertapa. Ini adalah gambaran leluhur sebagai lambang bahwa seseorang yang menempuh laku akan ditakut-takuti kecemasan batin akibat diteror. Abimanyu tetap tenang sampai jin pergi sendiri. Selanjutnya muncul sepasang raksasa yang mengamuk bernama Maling Raga dan Maling Sukma. Kedua raksasa itu pun berperang tanding melawan Abimanyu. Keduanya tewas terkena panah sakti Abimanyu. Jasad Maling Raga berubah menjadi Bathara Indra, dan jasad Maling Sukma berubah menjadi Bathara Kamajaya. Kedua dewa itu pun memberikan banyak petuah, bagaimana caranya agar Abimanyu berhasil mendapatkan Wahyu Cakraningrat. Pada suatu tengah malam, terlihat seberkas sinar yang sangat terang berkeliling di atas Alas Krendhawahana. Sinar itu tak lain adalah Wahyu Cakraningrat yang tengah mencari “wadah”, pemuda yang sanggup menerimanya. Pertama-tama, Wahyu Cakraningrat “masuk” ke dalam diri Lesmana. Merasa kemasukan wahyu, ia pun menyudahi tapanya. Dia sangat girang dan berpesta pora merayakannya bersama para prajurit Korawa. Mereka mabok kelezatan makanan dan minuman. Tingkat kesadaran Lesmana Mandrakumara masih di cakra bawah, cakra makan minum, sehingga wahyu cakraningrat tidak dapat bertahan lama. Hawa nafsu makan dan minum Lesmana membuat suasana panas dan wahyu ke luar. Kemudian Wahyu Cakraningrat mencoba “masuk” ke dalam diri Samba. Merasa kemasukan wahyu, dia pun menyudahi tapanya. Bathari Durga tidak berkenan dengan hal tersebut dan mengubah dirinya menjadi bidadari yang cantik jelita. Dia pun menggoda Samba. Samba yang tergoda mencumbu dan memperlakukan si wanita itu layaknya istri sendiri. Akibatnya sangat fatal, Wahyu Cakraningrat yang berada dalam tubuhnya seketika keluar dan melesat, mencari pertapa lain. Sri Krishna adalah seorang avatar bijak, akan tetapi genetik yang menurun ke putranya adalah genetik suka wanita, yang menjadi kelemahan Samba. Pusat kesadaran Samba masih di cakra seks, energinya masih cair dan selalu bergerak ke bawah menuju cakra kedua. Selanjutnya, Wahyu Cakraningrat “masuk” ke dalam tubuh Abimanyu. Merasa kemasukan wahyu, putra Raden Arjuna ini pun merasa sangat bersyukur kepada Gusti. Mengetahui momongannya kemasukan wahyu, Semar pun mewanti-wanti agar Abimanyu semakin berhati-hati. Semar adalah pemandu manusia yang bijak, yang mengikuti perintahnya akan selamat. Ketika bidadari jelmaan Bathari Durga menggodanya, Abimanyu pun selalu menghindar meski si wanita terus-menerus mengejarnya. Melihat momongannya dalam kesulitan, Semar segera membantu. Dia menghajar sang Bidadari habis-habisan. Tiba-tiba, si wanita cantik itu berubah wujud aslinya sebagai Bathari Durga yang bersegera mohon maaf dan menghilang. Guru, dalam hal ini Semar, Sang Pemandu mempunyai pengaruh luar biasa terhadap muridnya. Keyakinan seorang murid terhadap Gurunya akan menyelamatkannya. Pada saat itu kesadaran Abimanyu belum sepenuhnya berada pada lapisan kesadaran kasih yang berpusat di cakra keempat. Pada saatnya kesadaran Abimanyu akan meningkat karena selalu di-“momong”, dipandu oleh Semar. Raden Abimanyu telah mempunyai istri Siti Sundari, putri Sri Krishna tetapi tidak punya keturunan. Pada saat Pandawa selesai masa penyamaran selama satu tahun dari masa pengasingannya, Arjuna menjodohkan Abimanyu dengan Dewi Utari, putri Prabu Matswapati, raja Wirata agar koalisi Pandawa bertambah kuat. Saat perang Bharatayudha berlangsung, Dewi Utari sedang hamil yang nantinya sang bayi akan lahir sebagai Parikesit, yang nantinya akan menjadi Raja Hastina menggantikan Yudistira. Konon ketika Abimanyu masih dalam kandungan Subadra, ibunya, dia dapat mendengar pembicaraan Ayahandanya dengan Sri Krishna, kakak dari ibunya. Sri Krishna sedang menguraikan formasi pasukan chakrawyuha. Sayang belum sampai selesai sang ibu ketiduran, sehingga Abimanyu lahir dan menguasai formasi tempur chakrawyuha, akan tetapi karena ibunya ketiduran maka, dia belum mengetahui cara melepaskan diri dari jerat chakrawyuha. Pada hari ke-13 perang Bharatayudha, pihak Korawa menantang Pandawa untuk mematahkan formasi perang melingkar yang dikenal sebagai chakrawyuha. Para Pandawa menerima tantangan tersebut karena Sri Krishna dan Arjuna tahu bagaimana cara mematahkan formasi tersebut. Namun, pada hari itu, Sri Krishna dan Arjuna sibuk bertarung dengan laskar Samsaptaka. Oleh karenanya Pandawa memilih Abimanyu yang memiliki pengetahuan tentang formasi chakrawyuha. Untuk meyakinkan bahwa Abimanyu tidak akan terperangkap dalam formasi tersebut, Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka akan membantu Abimanyu. Abimanyu menggunakan kecerdikannya untuk menembus formasi tersebut. Pandawa mencoba untuk mengikutinya di dalam formasi, namun mereka dihadang oleh Jayadrata, Raja Sindhu, yang mampu menahan para Pandawa. Sehingga Abimanyu ditinggal sendirian untuk menangkis serangan pasukan Korawa. Abimanyu membunuh beberapa ksatria yang mendekatinya, termasuk Lesmana, putera Duryudana. Setelah menyaksikan putera kesayangannya terbunuh, Duryudana marah besar dan menyuruh segenap pasukan Korawa untuk menyerang Abimanyu, mengabaikan hukum perang secara ksatria untuk berkelahi satu persatu. Atas nasihat Drona, Karna menghancurkan busur Abimanyu dari belakang. Kemudian keretanya dihancurkan, kusir dan kudanya dibunuh. Tanpa menghiraukan aturan perang, pihak Korawa menyerang Abimanyu secara serentak. Abimanyu mampu bertahan sampai pedangnya patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai perisai hancur berkeping-keping. Tak berapa lama kemudian, Abimanyu terbunuh. Dikisahkan bahwa Abimanyu adalah inkarnasi dari putera Soma, Dewa Bulan. Sang Dewa Bulan membuat perjanjian bahwa puteranya tinggal di bumi hanya selama 16 tahun. Abimanyu berusia 16 tahun saat ia terbunuh dalam perang Bharatayuda.
Wahyu Purbasejati
Bila wahyu berupa anugerah dari Sang Hyang Maha Wenang, maka perlu dijelaskan bahwa kata Purba artinya kuasa dan sejati berarti yang sesungguhnya. Jadi Wahyu Purbasejati berarti anugerah tentang kuasa yang sesungguhnya. Siapa yang mendapatkannya? Jawabannya adalah sama dengan yang mendapatkan wahyu pada cerita-cerita tentang pewahyuan, yaitu seorang yang bhaktinya tinggi, mau melakukan prihatin, bersih hatinya, berusaha mengatasi nafsu jahat yang ada pada dirinya. Lalu dalam cerita Wahyu Purbasejati ini siapa yang mendapatkannya? Di alam penantian (pangrantunan) yang disebut Swarga Pangrantunan dikuasai oleh Prabu Dasasukma yang juga jejuluk Prabu Godhayitma atau Prabu Dasakumara. Prabu Dasakumara sedang dihadap oleh semua punggawa (narapraja) lengkap yang terdiri dari sukma-sukma orang Alengka. Dan pada saat itu, meskipun dalam kondisi berwujud sukma, sang Dasakumara masih menghendaki untuk memperisteri jelmaan Batari Sri Widowati yang telah menjelma pada diri Dewi Wara Sembadra isteri Raden Arjuna. Dewi Wara Sembadra sedang berada di Dwarawati sebab ditinggal pergi suaminya. Raden Arjuna pergi untuk mencari, dan ingin mendapatkan Wahyu Purbasejati yang akan turun di Gunung Jamurdwipa seperti yang diwangsitkan oleh Dewa Hyang Maha Agung. Namun wangsit tentang akan turunnya Wahyu Purbasejati juga didengar oleh umat manusia dari segala penjuru dunia, sehingga pada malam-malam penentuan di bukit Jamurdwipa banyak orang mengharapkan untuk mendapatkan wahyu Purbasejati. Tidak ketinggalan orang-orang Kurawa juga ikut hadir untuk mengharap turunnya Wahyu Purbasejati demi kesejatian Prabu Duryudana sebagai raja di negara Astina. Dengan kehadiran Raden Arjuna di malam menjelang turunnya wahyu di bukit Jamurdwipa, sekian ribu orang itu semua tertidur dengan pulas sehingga kedatangan Wahyu Purbasejati hanya masuk pada diri Arjuna. Dalam kondisi yang tenang itu, tiba-tiba datanglah Wrekodara yang mencari Arjuna. Setelah bertemu diajak pulang ke negara Amarta. Sampai di Amarta diberitahu bahwa Sembadra dibawa ke Dwarawati dan kini dicuri oleh maling (duratmaka) yang sekarang ini sedang dicari. Tanpa pikir panjang Arjuna terbang ke Dwarawati. Sampai di Dwarawati kebetulan bersamaan dengan datangnya Anoman yang sudah membawa Sembadra kembali. Selanjutnya Anoman menceritakan, bahwa atas keserakahan Kumara Dasamuka yang kini berada di alam Pangrantunan menginginkan Batari Widowati yang menjelma pada diri Sembadra. Sembadra dicuri oleh Raden Begayitma dimasukkan ke kancing gelung. Anoman mengetahui dan mengejar Raden Begayitma. Kemudian Anoman masuk ke dalam kancing-gelung Raden Begayitma (sukma Indrijid) mengambil Sembadra dan dimasukkan dalam kancing gelungnya. Anoman terus mengikuti Begayitma kembali pulang ke alam Pangrantunan. Setelah Begayitma bertemu Godhayitma, kemudian Godhayitma dipersalahkan untuk menemui Dewi Wara Sembadra. Karena keinginannya bertemu amat sangat tidak bisa ditunda lagi, maka Prabu Godhayitma langsung manjing di kancing gelung untuk mengambil Sembadra. Tetapi…, ternyata bukannya bertemu Sembadra melainkan bertemu dengan Wanara Seta atau Anoman, yang langsung menggigit telinga Dasakumara hingga teriak-teriak kesakitan dan menyatakan tidak akan mengganggu lagi.
Wahyu Makutha Rama
Di kaki sebuah gunung yang disebut Wukir Kutha Runggu terlihat debu bertebaran karena tanah yang jarang terkena siraman air hujan. Di musim kemarau yang berkepanjangan dan suhu yang sangat panas itu, bisa mempengaruhi nafsu manusia juga gampang memanas. Dan ketika itu, di tengah-tengah tebaran debu lamat-lamat terlihat beberapa sosok manusia yang beradu jotos. Lama sekali adu jotos itu, mungkin karena sama kuatnya. Tetapi semakin lama semakin nyata dan jelas sekali bahwa kelompok yang bertikai itu adalah orang-orang Hastina melawan Anoman, mantan prajurit dari Ayodya, yang kini menjadi siswanya Bagawan Resi Kesawa Sidhi. Pertapan Wukir Kutha Runggu adalah tempat sanggar Sang Resi Begawan Kesawa Sidhi yang saat ini atas perintah Hyang Dewa Agung untuk menempati sebuah sanggar dan diperkenankan mengajar tentang jalan kebenaran sambil merazia kepada siapa saja yang mau naik ke Wukir Kutha Runggu. Terjadinya adu jotos antara orang-orang Kurawa dengan Anoman di antaranya disebabkan oleh para Kurawa yang memaksa ingin masuk ke wilayah pertapaan Wukir Kutha Runggu. Anoman adalah satu-satunya kelompok bayu yang harus bertugas mengusir mereka. Seorang Adipati Karna ketika melawan Anoman tak mampu mengalahkannya, sehingga ia harus melepaskan panah ampuhnya yaitu Kuntawijayandanu. Melihat situasi yang kurang pas itu, Anoman siap untuk menyambar panah Kunta Wijayandanu. Dan ketika terlihat perjalanan panah itu telah berada di sampingnya, dengan secepat kilat panah itu ditangkapnya. Sekejap setelah melepaskan senjata Kunta Wijayandanunya dan Adipati Karna tahu bahwa Anoman tidak mati, maka heran dan terkejutlah ia, sehingga jatuh pingsan Adipati Karna. Sedangkan Anoman yang merasa menang dan mampu menangkap senjata Kunta Wijayandanu cepat-cepat lapor kepada gurunya yaitu Sang Kesawa Sidhi. Tentu Anoman berpikir bahwa sang guru pasti berkenan kepadanya oleh keberhasilan karya dalam kemenangan itu. Setelah bukti kemenangan itu ditunjukkan, ternyata sang guru menganggap apa yang dilakukan Anoman melawan Adipati Karna itu tidak memperlihatkan karya suci siswa sanggar Kutha Runggu. Anoman menjadi bingung ”Apa lagi kesalahanku?”, pikirnya. Sedang dalam kebingungan, Anoman dipaksa oleh Begawan Kesawa Sidhi harus mengembalikan panah Kunta Wijayandanu kepada pemiliknya. Anoman pun sanggup, dan berangkatlah Anoman menemui Adipati Karna. Sampai di salah satu perempatan jalan Anoman menjadi bingung tidak tahu mana arah selatan, utara, timur dan barat. Di seluruh tempat yang didatangi Anoman pasti dikerumuni kabut (pedut) akhirnya Anoman berhenti di sembarang tempat. Ketika belum lama berhenti, tiba-tiba dikagetkan oleh suara angin ribut yang membersihkan pedut tersebut. Begitu suara angin berhenti, pedut hilang dan udara menjadi terang. Anoman terpental jatuh karena Wrekodara turun (anjlog) di tempat dia berhenti. Anoman marah dan menyalahkan Wrekodara. Tentu saja Wrekodara pun tidak mau disalahkan. Terjadilah selisih paham dan pertengkaran yang dimulai dari mulut hingga menjadi adu fisik dengan sama-sama kuat dan sama-sama sakti. Dalam lakon wahyu Makutha Rama, memang kedua tokoh ini belum saling mengenal. Baru sekali itu mereka bertemu. Maka dalam adu jotos tak ada yang mau kalah. Segala kesaktian yang dimiliki dikeluarkan. Lama mereka berperang tanpa henti, semua kesaktian sudah dikeluarkan hanya aji-aji yang masih mereka miliki. Sekali dua kali ajian-ajian dari kedua belah pihak dipamerkan. Satu sama lainnya tak ada yang takut, tak ada yang khawatir dan tak ada yang mau mundur. Nampaknya setelah terasa capek baru mereka berhenti, sepertinya saling memberi ijin untuk beristirahat barang sejenak. Setelah selesai beristirahat maka mereka bangkit, maksudnya ingin jotosan lagi. Tetapi Anoman berkata ” mengko disik, mengko disik“ ( “Sebentar, sebentar “) yang tentu saja Wrekodara juga tidak meneruskan perkelahian. Akhirnya dengan melihat cara berpakaian yang sama itu mereka menjadi saling mengetahui bahwa kedua-duanya adalah saudara tunggal bayu. Mereka sama-sama anak angkat Hyang Batara Bayu (Dewa Angin). Sudah barang tentu mereka saling memaafkan dan berjanji akan selalu saling membantu di dalam karya-mulianya yang memayu hayuning bawana. Selanjutnya mereka berdua saling menjelaskan tujuannya masing-masing. Anoman menerangkan bahwa ia disuruh oleh Sang Begawan Kesawa Sidhi untuk mengembalikan panah (jemparing) Kunta Wijayandanu kepada Adipati Karna raja Angga (Awangga). Sedangkan Wrekodara disuruh kakaknya yaitu raja Amarta untuk mencari adiknya yang bernama Arjuna. Belum lama mereka berdiskusi datanglah Prabu Baladewa. Kedatangannya atas bisikan Sang Hyang Dewa Agung untuk bersama-sama Arjuna ke puncak Wukir Kutha Runggu. Kemudian Anoman mengantar Sang Baladewa ke puncak Wukir Kutha Runggu. Wrekodara pun ke puncak dengan harapan bisa bertemu dengan orang yang dicarinya, yaitu Raden Premadi atau Raden Arjuna. Dengan melalui ijin Begawan Kesawa Sidhi, Prabu Baladewa bersama Wrekodara langsung naik ke puncak Wukir Kutha Runggu. Anehnya Prabu Baladewa pada saat berada di puncak dia lalu bersemedi dengan bersungguh-sungguh. Raden Wrekodara yang kemudian hanya tinggal sendirian merasakan dunia pada saat itu menjadi gelap dan dingin, sehingga situasi dan kondisinya sangat menakutkan. Raden Wrekodara terjatuh dan pingsan. Namun tiba-tiba turunlah dari angkasa cahaya terang menyinari puncka Wukir Kutha Runggu. Cahaya itu pecah menjadi dua, yang satu masuk (manjing) pada seorang satriya yang telah bersemedi terlebih dulu. Sedangkan yang satu berbentuk mahkota jatuh pada pangkuan Prabu Baladewa. Dengan peristiwa aneh itu turunlah Raden Arjuna dari atas dan langsung membangunkan kakaknya. Raden Wrekodara segera bangun sembari menutup mata karena silau terkena cahaya Raden Arjuna yang baru saja turun dari puncak yang paling atas. Kemudian cepat-cepatlah ia memberitahu kepada kakaknya itu, bahwa dirinya adalah Arjuna. Selanjutnya dijelaskan bahwa baru saja dirinya menerima wahyu Makutha Rama. Pada waktu itu Prabu Baladewa juga menceritakan bahwa dirinya juga mendapatkan wangsit untuk mengharap wahyu itu. Ternyata dirinya juga mendapatkan meskipun hanya fisiknya saja. Kemudian Arjuna, Wrekodara, dan Baladewa turun ke pertapaan Kutha Runggu, maksudnya menemui Begawan Kesawa Sidhi tetapi sudah tak ada, yang ada adalah Sri Batara Kresna. Sebagaimana akhir dalam lakon wahyu Makutha Rama, Arjuna, Kresna, Baladewa, Wrekodara dipaksa oleh orang-orang Kurawa agar menyerahkan wahyu Makutha Rama. Maka terjadilah perang akhir, di mana orang Kurawa kalah lari terbirit-birit kembali ke Hastina. Anoman pun sudah mengembalikan senjata Kunta Wijayandanu kepada Adipati Karna. Wahyu Senapati Boma merasa menjadi putra Batara Kresna raja di kerajaan Dwarawati. Dia memohon kepada ayahnya yang adalah titisan Batara Wisnu, agar Wahyu Senapati dapat dimilikinya. Tetapi bagaimanapun itu bukan kewajiban Kresna (Wisnu), maka ia tidak sanggup. Boma raja di kerajaan Trajutrisna itu tetap merayu dan mendesak agar Wahyu Senapati bisa dipegang dan dimilikinya. Karena bujuk rayu Boma maka Sri Kresna terpaksa menyanggupi untuk mengusahakan. Tetapi wahyu itu merupakan kepastian Sang Hyang Wenang Jagad, dan si orang yang menginginkannya tentu harus melakukan prihatin, suci, berbuat adil, tidak jahat dan suka menolong. Nah.., apakah Boma memenuhi sayarat bagi ketentuan laku itu? Maka nekatlah Boma menuju ke hutan di tempat Sang Gathotkaca bertapa. Dikisahkan pula tentang Raden Antareja yang mengamuk, karena ingin membunuh adiknya yaitu Gathotkaca. Keinginan Raden Antareja tersebut karena hasutan Patih Sengkuni. Patih Sengkuni menyatakan bahwa Antareja-lah yang punya hak untuk menjadi senapati bukan Gathotkaca. Oleh sebab itu hanya Antareja yang pantas mendapatkan dan memiliki Wahyu Senapati. Terjadilah peperangan antara Antareja dengan Gathotkaca. Namun sekalipun Gathotkaca tak akan membalas. Semar melerai dan menjelaskan permasalahan yang sebenarnya. Akhirnya Wahyu Senapati menjadi milik Gathotkaca.

Tidak ada komentar: